dailysatu.id - Adanya temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI, tahun 2024, atas penggunaan APBD 2023 terkait kekurangan pendapatan atas pajak hotel, restoran, dan hiburan sebesar Rp5.010.487.193,21 yang telah ditindaklanjuti oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Medan dengan menutupinya baru sebesar Rp Rp1.299.538.309,81. Sementara sisanya dengan menerbitkan dan mengirimkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar kepada Wajib Pajak, membuktikan lemahnya kinerja pejabat yang diamanahkan mengurusi pengutipan pajak, yakni Kepala Bidang (Kabid) Hiburan Restoran dan Hotel.
Sekaitan dengan hal itu, Pengamat anggaran dan kebijakan publik Elfenda Ananda mengatakan, sudah semestinya dengan lemahnya kinerja Kabid hiburan restoran dan hotel tersebut, Walikota Medan dalam hal ini Plt Walikota Aulia Rachman melakukan gerak cepat (gercep) untuk megevaluasi kinerjanya.
"Plt Walikota Medan Harus segera mengevaluasi kinerja Kabid hiburan restoran dan hotel. Bila perlu dilakukan Tindakan disiplin secara tegas karena ini merugikan daerah," tegas Elfenda kepada wartawan, melalui selular whatssap, Selasa (29/10/24).
Menurutnya, tidak mungkin Kepala Badan dan Kabid yang mengurusi tidak tahu situasi pajak daerah ini. Tentunya, mereka pasti dapat laporan terkait hal ini dan kesannya membiarkannya saja. Harusnya dengan laporan LHP BPK RI ini, dapat menjadi pembelajaran berharga bagi pemko Medan untuk kemudian memperbaikinya sekaligus kedepannya dapat mencegah potensi kebocoran pendapatan dari pajak daerah.
Dalam kasus ini lanjutnya, sebenarnya Plt walikota harus memerintahkan Bappenda memperbaiki sitem penerimaan pajak daerah. Sistem yang diperbaiki harus menutup celah yang bisa bermain antara petugas pajak dengan wajib pajak. Dengan besarnya nominal pajak yang dikutip oleh petugas dari Bapemda tentunya akan menimbulkan godaan yang tinggi sehingga petugas jadi tidak jujur dan rentan akan melakukan negoisasi.
" Banyak kasus misalnya pajak restoran, pajak hiburan maupun pajak hotel yang petugas dari badan pendapatan daerah melakukan negosisasi dengan tidak menyetorkan nominal pajak daerah tidak sesuai dengan sesungguhnya. Permainan antara petugas pajak dan wajib pajak membuat target yang lebih rendah dari pendapatan sesungguhnya. Target selalu lebih rendah dilaporkan ketimbang realisasi kisaran 60%-70% saja. Bahkan bisa saja lebih rendah dari itu dilaporkan," paparnya.
Adapun sistem yang dibangun sebutnya, bisa saja mencontoh negara negara maju dengan memaksimalkan uang elektronik yang tidak bisa dimanipulasi karena akan tercatat dalam rekening wajib pajak. Selain itu, Masyarakat yang membayar pajak (pengunjung rumah makan, hiburan dan hotel) juga diedukasi dengan memaksimalkan uang elektronik agar setoran pajak daerah lebih maksimal diperoleh.
"Kalau hanya mengandalkan tenaga manusia satu satunya tentunya akan rentan godaan. Memang disatu sisi kita harus memberdayakan tenaga kerja lebih banyak agar dapat mengatasi persoalan pengangguran. Namun, dalam hal melakukan pengutipan uang tidak boleh mengandalkan tenaga manusia saja tanpa dipersiapkan sistem yang terkontrol dan akuntabel," ungkapnya.
Selama ini katanya lagi, dengan sistem yang ada cukup lemah hanya dengan membuat estimasi pajak berdasarkan perkiraan tanpa kajian ini. Estimasi dibuat hanya berdasarkan laporan wajib pajak (pemilik restoran) atau negosisasi dengan petugas pengutip pajak.
"Hal ini sudah dirasakan nyaman oleh petugas dan wajib pajak (pemilik restoran, hotel, hiburan). Para petugas pengutip menikmati situasi ini dan sudah nyaman bertahun tahun bahkan puluhan tahun dengan situasi ini," tandasnya.
Pembelajaran ini katanya lagi, seharusnya juga menjadi pembelajaran dari kebijakan lain yang juga perannya mengumpulkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bisa saja misalnya retrebusi daerah seperti parkir berlangganan yang Masyarakat sudah membeli setiker parkir berlangganan namun harus membayar kembali saat parkir ditepi jalan kota Medan.
"Belum lagi pos pos retrebusi lain dan juga dari sewa asset daerah yang selama ini masih dirasakan rendah pemasukannya. Butuh transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan daerah," ujarnya.
Sementara sebelumnya, terkait dengan hal tersebut Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Medan telah menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemko Medan Tahun Anggaran 2023, terkait kekurangan pendapatan atas pajak hotel, restoran, dan hiburan sebesar Rp5.010.487.193,21.
“Sementara ini, telah ditindaklanjuti sebesar Rp1.299.538.309,81. Dan untuk kekurangan sebesar Rp3,710.948.883,40 Bapenda Kota Medan telah menerbitkan dan mengirimkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar kepada Wajib Pajak,” sebut Kepala Bapenda Kota Medan Sutan Tolang Lubis di Ruang Inspektorat, Senin (30/9).
Sutan yang baru mengikuti Kegiatan Penyelesaian Tindaklanjut Temuan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemko Medan Tahun Anggaran 2023 yang dilaksanakan Inspektorat Kota Medan ini mengatakan, pihaknya akan terus melakukan penagihan atas kekurangan atas pajak hotel, restoran, dan hiburan itu.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah dan Perda Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah *bahwa Jenis Pajak Hotel, Restoran dan Hiburan dipungut berdasarkan perhitungan sendiri oleh Wajib Pajak, sehingga kekurangan penerimaan dari pajak hotel, restoran, dan hiburan ini akibat ditemukannya bukti/data baru oleh pihak Badan Pemeriksa Keuangan RI dari laporan keuangan yang disajikan oleh wajib pajak tersebut.
“Namun begitu, akibat ditemukannya bukti/data baru itu, maka pihak Bapenda Kota Medan berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar atau SKPDKB. Dengan demikian justru akibat temuan BPK dimaksud diharapkan dapat menambah penerimaan pendapatan ke Kas Daerah Pemko Medan” ucapnya. (ds/red)